Sumber sinopsis
Di
satu belahan bumi, lahir seorang lelaki yang kelak akan menjadi pemimpin
terbaik kaum Muslim. Di belahan bumi yang lain, lahir pula lelaki yang akan
menjadi salah satu manusia terkejam dalam sejarah.
Muhammad
Al-Fatih dan Vlad III Dracula menjadi wakil dari pertarungan haq dan bathil. Antara
Kesultanan Usmani dan Kerajaan Eropa Timur, dan takdir mereka sudah digariskan
untuk berbenturan sejak kelahirannya. Dan ini adalah kisah mereka.
Novel yang memiliki judul asli The Cronicles of Ghazi, Perseteruan
Hidup-Mati Dracula & Muhammad Al-Fatih ini ditulis oleh Ust. Felix Y.
Siauw dan Sayf Muhammad Isa. Merupakan novel series yang menceritakan peperangan
yang dipimpin dua anak manusia seperti yang dijelaskan di atas. Penceritaannya
mudah dicerna karena bebas dari deretan tanggal dan tahun, sangat berbeda
dengan buku sejarah seperti yang kita temui. Kenapa aku menyebutnya sebagai
novel? Karena memang penyajian sejarah ini berbentuk novel, persis seperti kamu
membaca novel heroik. Bedanya, ini adalah kisah nyata.
Perbedaan antara Kisah Fakta dan Fiktif
Kamu tahu apa perbedaan antara kisah
fakta dan fiktif, meskipun kejadian yang dikisahkan sama-sama tentang
peperangan? Dalam kisah fiktif, penulis bebas menentukan siapa yang akan
menang, dan siapa yang kalah. Kebanyakan penulis selalu menyayangi tokoh utama
yang dibuatnya, mereka memberikan masalah kepada tokoh utama, namun tak perlu
cemas, tokoh utama jarang sekali berakhir tersiksa dan selalu menyelesaikan
masalahnya. Pembaca tidak perlu khawatir.
Tapi pada kisah nyata, kamu akan
merasakan sesak dan haru yang luar biasa. Belum lagi rasa penasaran dan was-was
terasa begitu mencekam. Akankah pertempuran kali ini dimenangkan kaum Muslimin?
Akankah Sang Sultan berhasil membunuh musuhnya, atau sebaliknya?
Itulah yang kurasakan. Aku tak
bisa menghilangkan rasa khawatir di setiap peperangan yang ditulis dalam novel
ini. Jujur, jika aku penulisnya, dan kisah ini bukan fiktif, tentulah akan
kumatikan semua tentara salib yang biadab itu. Tak kuizinkan seorang pimpinan
Islam pun yang menjemput syahid dengan darah menggenang. Namun tidak bisa
begitu, semua telah kejadian, aku hanya seorang pembaca yang harus menerima
kenyataan.
Muslim di Suatu Masa
Novel seri #1 ini belum
menceritakan peperangan antara dua lelaki di atas, masih bercerita tentang
kejadian-kejadian sebelum itu, yang melatar belakangi lebih tepatnya. Yaitu,
ketika masa-masa perluasan wilayah Ottoman ke Bosnia, Serbia dan Bulgaria;
dilanjutkan dengan peperangan pasukan Usmani dalam mempertahankan Oryahovo dan
Nicopolis. Kesedihan atas kekalahan Muslimin di Rovine dan Oryahovo, membuatku
menangis berkali-kali. Tidak hanya itu, tingginya akhlak para pemimpin Muslim
juga mengundang haru yang mendesak.
Aku jadi merindukan Khilafah, merindukan
pemimpin-pemimpin yang berperan sebagai perisai bagi segenap Muslim. Sedangkan sekarang,
semuanya tak ada ada lagi. Khilafah tinggal sejarah, dan kini, setiap hari
selalu ada darah muslim yang tumpah sia-sia, ada saja jerit pilu para wanita
dan anak-anak yang tidak dihiraukan.
Siapakah yang Lebih Kejam?
Sebelum membaca kisah ini, aku
terkadang alpa alasan ketika ada teman yang bertanya: mengapa Islam harus
disiarkan dengan pedang, dengan kekerasan? Tapi sekarang, aku telah paham,
Islam tidak sekalipun pernah disiarkan dengan kekerasan. Para pemimpin Islam
kala itu selalu mengirimkan surat dengan baik-baik, meminta penguasa suatu
wilayah menyerahkan tahtanya, atau mereka akan dibebaskan. Kedengarannya mengancam,
ya?
Tapi tahukah bagaimana menderitanya rakyat di bawah pimpinan kafir ketika
itu? wanita tak ada harganya, kemiskinan di mana-mana, sementara para pemimpin
kafir bermegah-megahan di istana. Kemudian pasukan Muslim datang dengan
menawarkan kedamaian, apabila pemimpin kafir itu menyerahkan wilayahnya, mereka
tidak akan diganggu, tidak akan dipaksa untuk memeluk Islam, gereja-gereja
tidak dirusak, para pendeta tetap dimuliakan. Tidak berbeda saat pasukan Muslim
menyerang suatu wilayah, tidak ada pendeta yang dibunuh dengan hina, wanita dan
anak-anak dilindungi, dan gereja-gereja tetap utuh.
Bandingkanlah dengan kerusakan
perang yang dibuat oleh tentara salib. Mereka membunuh siapa saja dengan hina,
baik itu wanita dan anak-anak tidak berdaya sekali pun. Mereka tidak sedikit
pun menghormati para Imam dan tokoh-tokoh Muslim, justru menyiksa mereka hingga
maut menjemput di tiang salib; rumah-rumah dan segala fasilitas mereka
hancurkan hingga menyisakan sebuah negeri yang kelam dan sekarat.
Pemimpin dan Pertempuran
Selama perjalanan kisah dalam
novel ini, kamu akan dikenalkan dengan seorang Sultan Usmani yang luar biasa,
Beyazid. Putra dari Murad I (Sultan ke-3 Usmani) yang syahid di padang Kosovo. Kamu
juga akan berkenalan dengan pemimpin-pemimpin Muslim lain yang tidak kalah luar
biasanya, seperti Dogan Bey dan Hamed Bey.
Soal pertempuran, kamu akan
menyaksikan keberanian dan ketangguhan para pemimpin Muslim di medan perang. Mereka
sangat keras terhadap musuh, namun begitu lembut hatinya. Terimakasih untuk dua
Ustadz yang telah menulis novel ini, terimakasih telah menghadirkan sejarah itu
begitu jelas di depan mataku. Aku seperti menyaksikan dengan mata kepalaku
sendiri, bagaimana dingin dan sepinya padang-padang yang basah itu. Pada
ringkihan kuda dan gema takbir yang membahana, pada gumpalan awan yang
menurunkan gerimis tipis, pada angin yang menerbangkan debu yang lembab. Padang-padang,
sungai, hutan, dan tembok Nicopolis yang menjadi saksi pertempuran antara haq
dan bathil. Islam adalah agama yang besar dengan persatuan begitu kokoh, yang selalu
memporak-porandakan benteng keberanian setiap musuh-musuhnya.
Pada
peperangan di luar benteng Nicopolis, aku sempat membayangkan bahwa itu
semua sangat mirip seperti peperangan dalam film The Lord of The Ring.
Di mana pasukan musuh yang semula merasa begitu kuat, akhirnya lari
terbirit-birit mendapati serangan puluhan ribu pasukan Muslim dari
berbagai arah.
Akhirnya...
Novel ini sangat kurekomendasikan
untuk dibaca teman-teman semua, begitu banyak hikmah dan pelajaran yang dapat
dipetik dari sejarah. Membuatmu akan semakin mencintai Islam sebagai agama Rahmatan lil’alamin...
Meskipun aku tidak yakin apakah
khilafah akan bangkit kembali di zaman yang sudah rusak ini, tapi sungguh aku
akan berdoa, semoga Allah kembali menyatukan umat Islam seperti dulu. Di mana
Muslim begitu dihormati, ditakuti
musuh-musuhnya, melingkupi rakyatnya dengan payung keadilan dan kesejahteraan. Insya Allah...
“Kami
datang untuk membebaskan manusia dari penyembahan kepada sesama manusia, menuju
penyembahan hanya kepada Allah, Tuhannya manusia. Dan hanya kepada Allah saja.
Kami datang untuk mengubah penindasan manusia menjadi keadilan Islam.” (Rabi’ah Ibn Amir, ketika
menghadap Kaisar Persia untuk menyampaikan surat dakwah Rasulullah) [halaman
pembuka].
------------------------------------
0853 8601 8255 / 0852 5258 5193(WA/SMS/Telp)
Harga Buku Rp. 70.000 (Harga sewaktu-waktu bisa berubah)
Penulis | Sayf Muhammad Isa dan Felix Y. Shiauw
Penerbit | Al fatih Press
Cover | Soft Cover
Follow Us